Blog ini berisi tulisan dan artikel menarik seputar Pengelolaan Sumber Daya Manusia, Psikologi serta Dunia Kerja.
Mari berbagi ilmu dan pengalaman anda di sini!

Monday, September 29, 2014

Pentingnya Alat Ukur Kompetensi dalam Pengembangan Pekerja melalui Training

Untuk mengembangkan komtepensi pekerja sesuai dengan keinginan perusahaan, banyak hal yang harus dilakukan oleh seorang praktisi HR. Menambah kompetensi seseorang tidak semudah ibu guru menambah pengetahuan kepada muridnya. Terlebih, manusia yang memiliki beragam latar belakang ini akan memiliki kekhususan masing-masing untuk menyerap pengetahuan.
Di sini lah pentingnya alat ukur dalam pemberian intervensi untuk mengembangkan kompetensi pekerja.
Banyak perusahaan yang belum peka akan pentingnya kebutuhan alat ukur kompetensi ini. Padahal hal ini dapat menjadi bukti yang objektif untuk memberikan pengembangan kepada perusahaan.
Dalam mengupayakan pengembangan pekerja, kebanyakan perusahaan mengambil intervensi dengan pemberian training. Judul apa yang diberikan dalam training tersebut? Kebanyakan judul tersebut diberikan dari permintaan atasan/ usernya, atau bahkan keinginan pekerja itu sendiri! Di manakah peran HR sebagai Development agent di sini? Ironisnya, para pekerja justru memandang proses training sebagai ajang 'refreshing' dari rutinitas pekerjaan, bukan sebagai proses pengembangan kompetensinya di perusahaan.

Contoh pelatihan di luar ruangan, games menjadi salah satu materinya.

Untuk meminimalisasi penyimpangan tujuan 'training' ini, praktisi HR harus sudah mulai objektif dalam menerapkan intervensi pengembangan pekerja. Jangan sampai pemberian training ini jauh menyimpang dari tujuan semula. Bukannya menambah kemampuan atau kompetensi, justru uang perusahaan akan terbuang sia-sia tanpa ada manfaatnya.

Pemetaan kompetensi menjadi hal yang penting dalam proses pemberian training. Pekerja harus melalui proses competency assessment agar diketahui mana kompetensi yang belum dimiliki secara optimal dalam meningkatkan performance dalam pekerjaannya.
Secara sederhana, proses pemetaan kompetensi bekerja sampai pemberian training dapat dilihat dalam bagan berikut ini :

Proses Pemberian Training berdasarkan Pembuatan Alat Uji Kompetensi

Berdasarkan bagan tersebut, idealnya, dalam pemberian training, perusahaan harus menentukan Job Description dari masing-masing position. Dengan mengetahui deskripsi apa saja yang melekat dalam suatu jabatan, kita dapat melihat kompetensi yang juga melekat di dalamnya. Kompetensi tersebut bisa jadi terbentuk atas beberapa sub-sub kompetensi. Unit kompetensi inilah yang akan kita jadikan sebagai alat ukur yang dapat memetakan kebutuhan kompetensi pekerja.
Kemudian pekerja di-assess dengan alat ukur kompetensi yang sudah kita buat. Dari situ akan terlihat gap kompetensi nya yang mana akan dijadikan sebagai materi pemberian training untuk pekerja tersebut.

Namun tidak mudah untuk menurunkan unit unit kompetensi ini menjadi sebuah alat ukur (biasanya berupa pertanyaan-pertanyaan/ ujian). Dalam ilmu Psikologi sendiri hal ini disebut konstruksi tes. Bagaimana kita menyusun sebuah alat ukur uji kompetensi akan dipengaruhi sangat banyak faktor. Setidaknya alat ukur tersebut harus dapat mengukur apa yang menjadi tujuan kita untuk melakukan pengukuran.
Misalnya, dari pertanyaan-pertanyaan yang disusun, apakah hal tersebut mampu memetakan level kompetensi seseorang? Bagaimana dengan waktu pengerjaannya? Bagaimana juga dengan pembentukan tes nya? Apakah dengan sistem online atau masih manual?
Hal tersebut harus didiskusikan lebih lanjut dengan para stakeholder agar tujuan yang dimaksud dapat diperoleh dengan maksimal.

Pemberian training berdasarkan gap kompetensi ideal sangat efektif dilakukan untuk mengembangkan kompetensi di dunia kerja. Manfaat bagi perusahaan adalah perusahaan (dalam hal ini HR) dapat secara efektif dan efisien memberikan treatment pendidikan kepada pekerja, hal ini akan berimplikasi dengan meningkatnya kualitas Sumber Daya Manusia di perusahaan tersebut. Perusahaan juga bisa meminimalisasi adanya kekeliruan dari proses operasional yang dilakukan pekerja saat melakukan pekerjaannya. Dengan pengetahuan yang cukup, target produksi akan semakin mendekati kenyataan.
Bagi pekerja sendiri metode pemberian training based competency ini sangat bermanfaat karena dapat meningkatkan knowledge, skill dan attitude seseorang dalam bekerja. Dengan meningkatnya performa kerja, ia jadi lebih mudah dipromosikan ke job position yang lebih tinggi. Hal ini secara tidak langsung dapat lebih efektif memberikan kesejahteraan bagi dirinya.

Memang, alat ukur kompetensi ini membutuhkan effort yang cukup besar dalam pembentukannya. Namun hal ini menjadi tools yang efektif untuk memberikan nilai tambah bagi proses training. Proses training tidak boleh dilihat sebagai sesuatu yang sifatnya opsional. Hal ini menjadi penting bagi kemajuan perusahaan. Untuk mencapai target perusahaan, pembuatan tools competency assessment ini akan menjadi sangat penting dalam pemetaan kebutuhan kompetensi seorang pekerja.